Efek Blog
Efek Blog
Efek Blog
Toad Jumping Up and Down

Senin, 22 Februari 2016

Kritik Sastra Arab



           Secara bahasa, naqd atau kritik berarti penelitian, analisis, pengecekan, pembedaan yang baik dan yang buruk, penampakan hal yang buruk, dan diskusi. Dalam bahasa Yunani, kata naqd atau kritik yang berasal dari kata krites (hakim) berarti menghakimi, membandingkan, atau menimbang. Berdasarkan arti leksikal itulah, kata naqd atau kritik biasanya didefinisikan sebagai proses meneliti apa aja, membedakan karakternya antara yang baik dan yang buruk, dan menilainya sesuai dengan ukuran-ukuran tertentu. Kata kritik, karena itu menyimpan makna apresiasi secara proposional terhadap suatu objek dengan cara memujinya dan menjelekkannya.[1]
            Sementara kata adab dalam bagian ini menunjuk pada adab dalam pengertian al adab al insyai (sastra kreatif/ imajinatif) sebagaimana yang telah dijelaskan di bagian II. Berdasarkan penjelasan dua kata tersebut, naqd adab atau kritik sastra berarti pengkajian terhadap karya sastra yang yang menganalisis dan menjelaskannya agar bisa dipahami dan dinikmati pembaca dan kemudian menilainya secara objektif. Kritik sastra merupakan kajian yang memperbincangkan tentang pemahaman, penghayatan, penafsiran dan penilaian terhadap karya sastra.[2]
            Dalam disiplin ilmu sastra, kritik sastra merupakan salah satu dari tiga bagian ilmu sastra yang terdiri dari teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sebagaimana yang telah dijelaskan. Dalam pengertian dan hubungan naqd adab dengan dua ilmu sastra lainnya, ada banyak fungsi kritik sastra. Pertama, menjelaskan karya sastra. Ini karena karya sastra, termasuk puisi, seringkali menggunakan bahasa-bahasa padat dan simbolik dimana makna yang dimaksud sastrawan bukan yang tersurat tetapi yang tersirat. Kedua, meluruskan kekeliruan karya sastra dari kaidah-kaidah bahasa, logika, moral, teori sastra, dan kekeliruan estetikanya. Dalam fungsi penglurusan ini, kritik sastra juga berfungsi membantu sastrawan pemula dalam meningkatkan karya sastranya sehingga menjadi sastrawan besar. Ketiga, menunjang ilmu sastra. Analisis sastra dari para kritikus memberi sumbangan besar dalam pengembangan teori dan sejarah sastra, karena ketiganya berkaitan.[3]
            Secara umum naqd adab terbagi dalam dua jenis: kritik sastra tak ilmiah dan kritik sastra ilmiah. Kritik sastra tak ilmiah adalah kritik sastra yang bersifat emosional. Kegiatannya hanyalah berupa penyampaian kesan sejauh menggelitik jiwa pengeritik. Kritik sastra ilmiah adalah kritik sastra yang bertolak dari teori, bahkan boleh jadi merupakan terapan sebuah teori. Pengeritik bekerja secara teoritis. Ia menggunakan pendekatan, metode, dan teknik tertentu.[4]
            Dalam kritik sastra Arab saat ini, setelah melewati masa yang panjang dari klasik hingga modern, dari yang orisinal Arab hingga pertemuannya dengan tradisi sastra Helenik dan tradisi sastra Barat modern- sebagaimana diungkap Muhammad Hasan Abdullah, terdapat banyak metode kritik sastra. Pertama, metode kritik linguistik, yang matang di tangan Abdul Qahir al Jurjani yang tidak saja mementingkan interaksi dengan kata, tapi juga struktur kalimat. Menurut para ahli metode ini, unsur-unsur linguistik yang ada dalam sastra merupakan media pertama yang membawa seorang kritikus mampu menganalisis sastra dengan baik. Kedua, metode klasik yang mementingkan pengkajian terhadap bagian-bagian kata dan makna, wazan atau bahr dalam syair, dan penguasaan khazanah sastra Arab. Ketiga, metode estetik yang mementingkan bentuk sastra, karena kekuatan dan tujuan penciptaan syair adalah keindahan bentuknya.


[1] Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab klasik dan modern (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009)

[2] Ibid., 52

[3] Ibid., 53


[4] Ibid., 55

Tidak ada komentar: