Efek Blog
Efek Blog
Efek Blog
Toad Jumping Up and Down

Selasa, 22 Maret 2016

STRUKTURALISME



              Strukturalisme, pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terstruktur. Dalam pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Kodrat struktur itu akan bermakna, apabila dihubungkan dengan struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehungga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan.
            Menurut Junus, strukturalisme memang sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra merupakan bentuk. Karena itu, strukturalisme sering dianggap sekedar formalisme modern. Memang, ada kesamaan antara strukturalisme dengan formalisme yang sama-sama mencari arti teks itu sendiri. Ia merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Keutuhan makna sangat bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra. Karena masing-masing unsur memiliki pertautan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna, jika dikaitkan hubungannya dengan struktur lainnya.
               Ada tiga hal pokok dalam strukturalisme. Pertama, gagasan keseluruhan, dalam artian bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan, baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi, struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri, yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
            Paham strukturalisme ini, sebenarnya menganut paham Ferdinand de Saussure yang mengajukan konsep sign dan meaning (bentuk dan makna), atau seperti yang dikemukakan Luxemburg, signifiant-signifie dan paradigma-syntagma. Kedua unsur ini selalu berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan. Karenanya, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penafsiran karya sastra. Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa memiliki ciri: 1) bentuk (form), dan 2) Isi (content), atau 3) makna (significance) yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri.
                Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan, dan kaum ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan dan watak perasaan pengarang, dan juga menentang asumsi bahwa karya sastra merupakan media komunikasi antara pengarang dan pembaca. Pendek kata, strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
               Dengan pendekatan obyektif atau strukturalisme yang yang menekankan bahwa karya sastra adalah otonom, maka kita dituntut untuk menganalisis secara linguistik arti dan maksud arti dari masing-masing kata yang membangun syair tersebut. Kemudian, kita mengaitkan antara maksud kata yang satu dengan yang lainnya. Sebab, dengan mengikuti model pendekatan ini belum tentu sebuah kata bisa dipahami dan dimengerti secara leksikal, terkadang makna itu menghendaki makna lain karena ada kesesuaian dengan kata makna lain.


Sumber: Pengantar Teori Sastra Arab
Oleh     : Dr. H. Akhmad Muzakki, M.A
Hal       : 199

Tidak ada komentar: