MAKALAH
DIR. AL MUJTAMA’AT AL ‘ARABY I
MASYARAKAT ISLAM BARU DI JAZIRAH
ARAB
(MAKKAH DAN MADINAH)
Dosen Pembimbing:
M. Anwar Ma’adi, MA
Disusun oleh:
Syaidatu
Alfi Nur Faizah (13310053)
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
KATA PENGANTAR
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين. والصلاة والسلام
على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد...
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT. Karena atas izin dan kehendak-Nya makalah sederhana ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW., keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Penulisan dan pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirasah Al Mujtama’at Al
‘Araby. Adapun yang kami bahas dalam makalah ini mengenai “Masyarakat Islam
Baru di Jazirah Arab (Makkah dan Madinah).”
Dalam penulisan makalah
ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya ilmu
pengetahuan kami mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen pembimbing kami
yang telah memberikan limpahan ilmu kepada kami.
Kami menyadari akan
kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah berusaha
semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih
maksimal.
Harapan kami, makalah ini
dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi
masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini berguna bagi siapapun yang
membacanya.
Malang,
6 Maret 2016
Penulis
ABSTRAK
Sebelum datangnya Rasulullah, bangsa Arab tidak mempunyai kepaduan
atau kesatuan di antara mereka. Secara politis, mereka merupakan bangsa yang
terpecah belah dan penuh pertentangan. Permusuhan-permusuhan berdarah dan
kecemburuan-kecemburuan suku pun merajalela. Masalah yang sepele bisa berkobar
hingga bertahun-tahun. Pengaruh asing berkuasa di berbagai bagian jazirah itu.
Karenanya, kesatuan diantara bangsa Arab merupakan keperluan yang mendesak pada
saat itu. Nabi menyadari hal tersebut, hingga Rasulullah berusaha membawa
seluruh masyarakat Arab di bawah satu pemerintahan dengan mengikuti kebijakan
perukunan kembali berbagai suku bangsa Arab yang sedang berperang.
Nabi Muhammad
tidak hanya pendiri agama dan pendiri masyarakat, dia juga negarawan dan
pembangun bangsa yang besar. Begitu besar perjuangan beliau, hingga dapat kita
rasakan hasilnya sampai sekarang ini. Dalam membangun dakwah,
beberapa kali beliau harus
berhadapan dengan musuh dalam peperangan. Pada tahun 8 H. umat
Islam pun berhasil membebaskan kota Makkah. Pada tahun 10 H. Rasulullah melakukan haji wada’ dan tahun 11 H. umat muslim
pun sangat kehilangan sosok yang sangat istimewa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sosok manusia
terpopuler sepanjang masa telah lahir di padang pasir tandus menjelang akhir
abad ke 6 M. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi oleh tokoh
dunia manapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri teladan bagi
siapa pun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang dibawanya
menjadi obor penerang bagi setiap pencinta kebenaran. Beliau merupakan Nabi
terkahir yang diutus Allah kepada umat manusia dan menjadi penyempurna dari
ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di
tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah yang menjadikan nafsu sebagai panglima,
mempertuhan materi dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di
tengah-tengah masyarakat yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat,
beliau nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan
dipersatukannnya pula kabilah-kbilah yang berserakan dan menyesatkan ke dalam
sebuah keluarga besar yaitu “Islam”. Selama 20 tahun lebih beliau bekerja keras
dan akhirnya berhasil.
Perkembangan Islam
pada zaman Rasulullah dan para sahabat merupakan agama Islam pada zaman
keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan
adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah. Kemudian pada zaman
selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman Khulafaur Rasyidin,
Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir
dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para
pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam
sebagai agama Tauhid yang diridloi.
Perkembangan islam
pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban ke arah yang lebih
maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Rasulullah
dan Khulafaur Rasyidin merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang
terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita
melupakannya. Berkaitan dengan hal itu perlu kiranya kita melihat kembali dan
mengkaji kembali bagaimana sejarah Islam yang sebenarnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Bagaimanakah
perkembangan Jazirah Arab pada masa Islam?
b.
Bagaimana
kondisi Makkah pada masa Islam Baru?
c.
Bagaimana
kondisi Madinah pada masa Islam baru?
C.
TUJUAN
a.
Mengetahui
dan memahami perkembangan Jazirah Arab pada masa Islam
b.
Memahami
kondisi Makkah pada masa lahirnya Islam
c.
Memahami
kondisi Madinah pada masa lahirnya Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Masyarakat Jazirah Arab di Masa Islam
Pada waktu Islam
diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan “kaum Jahili”. Kaum Quraisy penduduk
Makkah sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang
pandai tulis baca. Suku Aus dan Khazraj penduduk Yatsrib hanya
memiliki 11 orang yang pandai membaca. Hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit
sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian lain. Hidup mereka mengikuti
hawa nafsu, berpecah-belah, saling berperang satu dengan yang lainnya hanya
karena hal yang sepele, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada
harganya, berlakulah hukum rimba. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam
bidang syair-syair Jahili yang disebarkan secara hafalan. Agama warisan Nabi
Ibrahim dan Nabi Isma’il hanya tinggal bekas-bekasnya yang telah diselewengkan.
(Musyrifah Sunanto, 2003:13)
Demikian pula
bangsa-bangsa lain di dunia pada zaman itu. Bangsa Byzantium, Persi, dan India
yang lebih maju menjelang Islam lahir, tak kurang-kurangnya kebejatan moral dan
kerusakan keagamaan mereka. Raja-raja mereka berlaku aniaya dan agama mereka
telah jatuh ke arah kemusyrikan.
Menghadapi
kenyataan itu, Nabi Muhammad diutus Allah dengan tujuan untuk memperbaiki
akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia.
Dalam masalah ilmu
pengetahuan, perhatian Rasulullah sangat besar. Rasulullah saw. memberi contoh
revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Rasulullah mendapatkan
hal-hal yang akan menjadi landasan dasar dalam usahanya, yaitu:
a.
Wahyu
pertama yang diterima Rasul berbunyi bacalah. Perhatikan setiap fenomena
alam. Ketahuilah sunnatullah yang menguasai segala peristiwa alam ini. Ambillah
kesimpulan tentang hakikat yang terletak di balik kenyataan yang empiris.
Perintah ini pada hakikatnya adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf,
suatu tindakan awal yang membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan. Membaca
dan memahami merupakan pintu bagi pengembangan ilmu. Dengan membaca manusia
bisa memahami rangkain huruf dan lebih dari itu, bisa memahami firman-firman
Allah yang tergelar di alam maya pada ini.
b.
Bangsa
Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya, sedangkan hafalan merupakan salah satu
alat pengembangan ilmu. Oleh karena itu, Rasulullah tetap memanfaatkan
keistimewaan daya ingat bangsa Arab. Mereka disuruh menghafal Al Qur’an dengan
sungguh-sungguh sehingga mereka dapat menghafal secara autentik dan utuh. Allah
memang telah berfirman bahwa Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia pula
yang akan memeliharanya. Salah satu cara untuk memeliharanya adalah
banyaknya para penghafal Al Qur’an secara utuh pada setiap generasi. Dengan
cara ini seandainya ada usaha untuk menghancurkan, kitab Al Qur’an dapat
ditulis kembali tanpa sedikitpun berubah dari aslinya.
c.
Nabi
membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis. Semua sahabat yang pandai
membaca dan menulis diangkat menjadi juru tulis untuk mencatat semua wahyu yang
turun pada benda-benda yang dapat ditulisi seperti kulit, tulang, pelepah
kurma, dan lain-lain. Dengan dorongan dan bimbingan Rasulullah, telah tumbuh
tempat untuk belajar membaca, menulis, dan menghafal Al Qur’an. Mula-mula
bernama Dar Al Arqam, sebuah rumah sahabat Arqam di luar kota Makkah. Setelah
Nabi hijrah dibangun Kuttab di emperan Masjid Nabawi. Kuttab itu terus
berlanjut dari generasi ke generasi sehingga pada abad II Hijriyah hampir di
setiap desa di dunia Islam yang telah cukup luas itu memilikinya dan ummat
Islam menjadi ummat yang memasyarakatkan kepandaian tulis baca.
Kedatangan
Rasulullah benar-benar menjadi ujian terberat bagi bangsa Quraisy dan Arab pada
umumnya. Ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. bertolak belakang bagi ajaran
dan tradisi hidup mereka sehari-hari. Ajaran Islam tidak hanya
memporak-porandakan ajaran dan tradisi Arab bahkan membaliknya 180 derajat,
menyerang tradisi jahiliyyah dan membangun tata sosial yang sangat asing bagi
tradisi dan rasionalitas Arab sebelumnya. Kebenaran, kepahlawanan dan
kedermawanan yang berlebih-lebihan bahkan menjurus kepada kehancuran, loyalitas
buta kepada kabilah, kekejian dalam balas dendam, baik dengan perkataan maupun
dengan perbuatan merupakan tindakan yang sangat terpuji pada zaman jahiliyah.
Sementara Islam datang dengan tradisi dan ajaran baru yang sebaliknya. Islam
menjadikan kepatuhan dan ketundukan kepada Allah sebagai dasar dan contoh
ajaran yang tertinggi, kesabaran, qanaah dan rendah hati, menghindari kemewahan
yang berlebih-lebihan dan menghindari kesombongan. (Wargadinata dan Fitriani,
2008: 67)
Dalam berdakwah, terdapat dua
periode yaitu periode Makkah, berjalan kira-kira
selama tiga belas tahun dan periode
Madinah,
yang berjalan selama sepuluh tahun penuh.
Setiap periode pun juga memiliki tahapan-tahapan tersendiri, dengan
kekhususannya masing-masing, yang berbeda satu sama lain. Hal ini tampak jelas
setelah meneliti berbagai unsur yang menyertai dakwah itu selama dua periode
secara mendetil.
Dalam periode Makkah terdapat tiga tahapan, yaitu:
a. Dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan
selama tiga tahun.
b. Dakwah secara terang-terangan di tengah
penduduk Makkah, yang dimulai sejak tahun keempat dari nubuwah hingga akhir
tahun kesepuluh.
c. Tahapan dakwah diluar Makkah dan
penyebarannya, yang dimulai dari tahun kesepuluh dari nubuwah hingga hijrah ke
Madinah.(Mubarakfuri, 2012:69)
Begitu pula terdapat tiga tahapan dalam periode Madinah, yaitu:
a. Tahapan masa yang banyak diwarnai guncangan
dan cobaan, banyak rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari luar
menyerang madinah untuk menyingkirkan para pendatangnya. Tahapan ini berakhir
dengan dikukuhnya perjanjian Hudaibiyah pada bulan Dzul-Qa’dah tahun ke enam
dari hijrah.
b. Tahapan masa perdamaian dengan para pemimpin
paganisme, yang berakhir dengan Fathu Makkah pada bulan Ramadhan tahun ke-8
dari hijrah. Ini juga merupakan tahapan masa berdakwah kepada para raja agar
masuk islam.
c. Tahapan masa masuknya manusia kedalam islam
secara berbondong-bondong, yaitu masa datangnya para utusan dari berbagai
kabilah dan kaum ke Madinah. Masa ini membentang hingga wafatnya Rasulullah
pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-11 dari hijrah.(Mubarakfuri, 2012:195)
B.
Masyarakat
Islam baru di Makkah
Sebagaimana yang kita ketahui, dalam
dakwah Rasulullah terdapat beberapa metode. Metode-metode tersebut diantaranya
adalah:
a. Dakwah
secara sembunyi-sembunyi
b. Dakwah
melalui silaturrahmi keluarga besar Bani Hasyim
c. Dakwah
secara terang-terangan
d. Dakwah
mempergunakan segala sarana; politik, ekonomi, perkawinan, perdamaian, dan
surat-menyurat. Khusus yang terakhir, dilakukan oleh Rasul setelah hijrah ke
Madinah dan telah menjadi kepala negara. (Musyrifah Sunanto, 2003:19)
Setelah Rasulullah dakwah secara
diam-diam, kemudian Allah memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan Islam secara
terang-terangan sebagaimana firman Allah dalam surat as Syu’ara:214. Rasulullah
mengajak kaum keluarganya, Bani Hasyim untuk masuk Islam, akan tetapi tidak
menghiraukannya. Kemudian Rasulullah mengajak pula kaum Quraisy untuk
mengesakan Tuhan tiada sekutu bagi-Nya.
Kaum Quraisy merasa terancam dengan
berkembangnya dakwah islam. Mereka berusaha menghalang-halangi dakwah tersebut
dengan berbagai cara. Sehingga Nabi memerintahkannya berhijrah ke Abesinia.
Kaum Quraisy memboikot kaum muslimin dengan menggantungkan piagam diatas Ka’bah
agar mereka tidak berhubungan dengan kaum Muslimin. Kaum muslimin bersama Nabi
Saw menyelamatkan diri ke celah-celah gunung di luar Mekkah.
Kemudian Nabi Muhammad saw
mendapatkan kesulitan baru lagi pasca meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah
dalam waktu yang hampir bersamaan. Tahun ini dinamakan Amul Khuzni, tahun
kesedihan. Orang-orang Quraisy semakin keras mengganggu Rasulullah sehingga beliau merasa tertekan sekali. Beliau
ingin menyampaikan agamanya ke Thaif di tengah suku Saqif, namun beliau ditolak
oleh penduduk Thaif bahkan mereka menyakitinya dengan melempari batu.
Rasulullah tidak berputus asa
menyiarkan dakwah islam ke kabilah-kabilah yang ada di Makkah seperti
mendatangi rumah-rumah Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Amir dan Bani Hanifah Ibn
Sa’sa’ah, namun mereka menolak dakwahnya. Setelah masa berkabung, berlalu
terfikirlah Nabi untuk kawin lagi dengan Aisyah binti Abu Bakar. Perkawinan ini
dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan dengan Abu Bakar yang telah
menemani nabi sejak awal mula islam. Setelah itu nabipun kawin dengan Saudah,
seorang janda yang suaminya pernah ikut hijrah ke Abesinia. Dalam keadaan
terjepit guna menyiarkan agama islam yang dilaksanakan oleh nabi dengan penuh
keuletan dan kesebaran, maka Allah memperjalankannya pada suatu malam tanggal
27 rajab tahun 621 yang dikenal dengan peristiwa isra’ mi’raj untuk
diperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah.
Rasulullah mulai menyeru para
peziarah haji ke Mekkah pada bulan-bulan suci bagi mereka karena kaum Quraisy
tidak dapat diseru bahkan mereka memusuhinya dengan keras walaupun nabi sudah
mendapatkan pendukung yang kuat seperti Umar bin Khattab dan Hamzah yang telah
masuk islam. Suku yang menyambut ajakan nabi itu ialah orang-orang yang datang
dari Yatsrib (Madinah). Mereka itu terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang
selalu saling berperang. Pada tahun kesepuluh kenabian mereka datang ke mekkah
untuk mengerjakan haji, mereka bertemu dengan Nabi di Aqabah untuk diseru masuk
islam, mereka menerima dan menyiarkannya di Yatsrib. Pada tahun kedua belas
kenabian, mereka datang lagi ke Mekkah untuk membuat perjanjian yang pertama
dengan nabi di Aqabah sehingga dinamakan Bai’ah Al-Aqabah Al-Ula .
ketika mereka kembali ke Yatsrib, nabi mengutus Mus’ab ibn Umair untuk
mengajarkan agama islam diantara mereka. Pada tahun ketigabelas setelah
kenabian, datanglah 73 orang penduduk Yasrib ke Mekkah dan mengadakan
perjanjian yang kedua kalinya di Aqabah pula sehingga dinamakan Bai’ah
Al-Aqabah as-Saniyah. Mereka berjanji akan membela nabi baik dengan jiwa maupun
raga, dan mengangkat sebagai pemimpinnya serta diharap pula nabi saw mau
berhijrah ke Yasrib. Demikian periode Makkah terjadi dengan figur Muhammad
sebagai pemimpin agama islam. (Mufrodi, 1997: 17)
C.
Masyarakat
Islam Baru di Madinah
Keadaan Madinah
sebelum datangnya Nabi Muhammad di sana sama halnya dengan keadaan di Makkah. Pelanggaran
hukum merupakan keadaan sehari-hari. Suku-suku yang tinggal di sana berperang
satu sama lain. Tidak ada pemerintah untuk memaksakan hukum dan ketertiban.
Setelah datangnya Nabi Muhammad, menghapuskan semua perbedaan suku dan
mengelompokkan penduduk dengan satu nama umum, yaitu Anshar. Dia mulai
melaksanakan hukum dan ketertiban, membuat perdamaian, dan dengan begitu
mengukuhkan niat baik orang-orang Madinah. (Syed Mahmudunnasir, 1988:129)
Sebelum kedatangan Nabi, Madinah
didiami dua suku yaitu Aus dan Khazraj. Selama lebih dari satu
abad mereka dalam keadan siap tempur dan hidup dalam suasana perang yang tiada
henti-hentinya. Mereka sangat letih dengan perang yang berkepanjangan dan
menghancurkan itu. Oleh karena itu mereka sangat memerlukan perdamaian dan keamanan,
karena tanpa hal itu pertanian, perdagangan, dan bahkan kehidupan normal mereka
hampir terhenti. Sebaliknya, orang Yahudi merupakan golongan yang sangat
bersatu, paling makmur, dan paling berbudaya di jazirah itu. Mereka hampir siap
untuk merampas kekuasaan yang memerintah di Madinah.
Pada periode Madinah, merupakan
titik balik kehidupan Nabi. Ketika meninggalkan kota kelahirannya, penduduk
Makkah, khususnya bangsa Quraisy menghina dan menyepelekannya, namun beliau
berhasil kembali ke kota itu sebagai seorang pemimpin yang dihormati. Ketika
perannya sebagai nabi beranjak surut, perannya sebagai seorang politisi mulai
muncul ke muka. Sosok nabi secara bertahap berubah menjadi sosok seorang
negarawan. (Hitti, 2006:145)
Hijrah merupakan titik balik dalam
karir Nabi Muhammad. Suatu unsur yang baru dan berbeda mengubah rencana
keagamaan Nabi. Di sini beliau memualai dengan apa yang disebut agama-politik.
Selama ini Islam merupakan suatu ahama yang murni, tetapi setelah Nabi hijrah
ke Madinah, Islam menjadi satu kesatuan agama-politik. Nabi mendirikan suatu
persaudaraan-persaudaraan Islam. Beliau berhasil dalam mendirikan suatu
persekutuan, menggabungkan kaum kaya dan kaum miskin atas dasar yang sama.
Sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, beliau telah
mengutus beberapa sahabat untuk menyebarkan Islam di daerah Yastrib. Dakwah di
kota ini disambut baik, hingga kemudian mereka menyatakan dukungan kepada Nabi
yang kita kenal dengan Baiatul Aqobah. Ketika Nabi mengetahui pesatnya Agama
Islam di Yastrib dan masuk islamnya Suku Aus dan Khazraj maka Nabi
memerintahkan oleh kaumnya untuk hijrah.
Setelah umat Islam Berhijrah dan
mendapatkan tempat di hati penduduk Yastrib maka Rasulullah kemudian Berhijrah
atas petunjuk Allah. Hal pertama yang dilakukan oleh nabi di kota adalah dengan
membangun masjid. Oleh nabi Kota Yastrib dirubah menjadi kota Madinah
al-Munawarah yang berarti kota yang berseri-seri. Di masjid itulah nabi
melakukan dakwahnya, membentuk masyarakat islami (islamic society). Nabi juga
mempersaudarakan kaum Muhajirin Mekkah dan Anshor Madinah. Di kemudian hari
persaudaraan seiman ini membawa dinamika yang baru bagi kaum Muhajirin dan Anshar.
Mereka kini sudah menjadi tatanan masyarakat yang baik, sehingga tidak ada
jurang pemisah di antara mereka berdua.
Selain itu, Rasulullah dalam
membangun tatanan masyarakat yang baru adalah dengan mengadakan perjanjian
antara kaum muslim dengan non muslim untuk saling membantu. Hal ini perlu
dilakukan karena setelah islam masuk di madinah maka kekuatan Madinah sekarang
terbagi menjadi tiga yaitu kaum muslimin, bangsa arab yang belum masuk Islam
dan Yahudi. Hal lain yang dilakukan Nabi dalam menciptakan masyarakat Islam
adalah dengan membangun landasan politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
Diantara prinsip-prinsip yang dibangun Nabi adalah keadilan, kesamaan derajat
dan musyawarah untuk mufakat sebagaimana perintah Allah dalam surat Syu’ara:38.
Pada masa pembentukan masyarakat Islam di Madinah ini nabi mengalami beberapa
peperangan dengan bangsa Quraisy.
Terjadinya peperangan itu dipicu
oleh dendang kusumat Quraisy kepada Nabi atas dakwah yang dilakukan. Mereka
merasa terancam dengan keberadaan terhadap Nabi. Diantara peperangan itu
adalah:
1.
Perang Badar
(Maret 624 M)
Sementara umat Islam memperoleh kebebasan
beragama yang sempurna di dalam kota Madinah, api kebencian tetap menyala sama
besarnya di hati orang-orang Makkah. Permusuhan terus tumbuh, baik tingkatannya
maupun luasnya. Karena Nabi Muhammad dan kaum muslimin telah menetap dengan
aman di Madinah, dan berangsur-angsur secara mantap bertambah kekuatan dan
pengaruhnya, kaum Quraisy tidak bisa tinggal diam. Sehingga, pada Bulan
Ramadhan di tahun kedua Hijriah pecahlah peperangan antara umat Islam yang
dipimpin oleh Nabi Muhammad berhadapan dengan Quraisy. Peperangan itu terjadi
di dekat sumur Badar yang terletak antara Makkah dan Madinah. Adapun umlah kaum
muslimin dalam peperangan itu adalah 300 orang melawan musuh yang berjumlah
1000 orang. 70 quraisy gugur meninggal dalam pertempuran itu, sementara ratusan
lainnya menjadi tawanan Nabi. (Syed Mahmudunnasir, 1988: 133)
2.
Perang Khaibar
(628 M)
Kedengkian
kaum mYahudi terhadap Islam, bagaimana pun tetap bertambah. Para pemimpin Banu
Nadhir yang dibuang itu sedang mempersiapkan suatu serangan terhadap Nabi
Muhammad. Mereka menyuap sejumlah suku bangsa Arab supaya bergabung dengan
mereka. Orang-orang Yahudi memperkuat khaibar dengan sejumlah benteng yang kuat
seperti benteng Naim, Qamus, Sa’ad,
Sal’am, dan sebagainya. Sekembalinya dari Hudaibiyah, Nabi diberi tahu tentang
hal ini, dan beliau memimpin suatu ekspedisi untuk menyerang mereka. Semua
benteng ini jatuh berturut-turut dalam waktu yang singkat kecuali benteng
Sal’am dan Qamus yang dipertahankan oleh Marhab, seorang pejuang Arabia yang
termasyhur.
3.
Perang mut’ah
(629 M)
Peperangan ini terjadi antara kaum
muslimin dengan suku Ghasasinah yang dibantu oleh Romawi. Tentara Romawi
berjumlah 200.000 orang sedangkan dipihak umat Islam berjumlah 3000 orang. Kaum
muslimin dipimpin oleh zaid kemudian setelah dia gugur bendera dipegang oleh
Ja’far bin Abi Tholib, ketika Ja’far meninggal bendera dipegang oleh Ibnu
Rawahah. Ketika dia meninggal bendera dipegang oleh Khalid bin Walid yang telah
masuk Islam. Dalam peperangan yang tidak berimbang jumlahnya itu kaum muslimin
berhasil membuat tentara romawi pulang dengan kekalahan
4.
Fathul Makkah
(630 M)
Fathul Mekkah atau pembukaan kota
mekah atau pembebesan Kota Mekkah. Fathul Mekkah terjadi pada tahun 8 hijriah.
Pada masa itu banyak orang arab yang masuk Islam dari segala penjuru Jazirah
Arab. Kekuatan Islam sudah tumbuh. Sebaliknya Quraisy semakin terkucilkan
karena sekeliling mereka sudah masuk Islam. Disamping itu banyak tokoh-tokoh
mereka yang meninggal dalam peperangan. Tokoh-tokoh yang masih hidup diantara
mereka memilih masuk Islam. Diantaranya Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
Adapun jumlah kaum muslinin yang
menyertai Nabi adalah 10.000 orang. Hal itu membuat quraisy ciut nyalinya. Nabi
membagi pasukan menjadi 4 yang masuk dari 4 penjuru. Tidak ada pertumpahan
darah yang terjadi. Mekkah berhasil dikuasai. Berhala-berhala dapat dihancurkan
dan dikelurkan dari Kakbah. Fathul Mekkah adalah simbol kemenangan umat Islam
dan kehancuran kafir Quraisy.
5.
Perang Hunain (630
M)
Dinamakan dengan Hunain karena
peperangan ini terjadi di Wadi Hunain dan Kota Taif pada tahun 8 Hijriah. Awal
peperangan umat Islam kalah kemudian menang dan berhasil mengajar musuh yaitu
Hawazin dan Saqif ke Taif. Rasulullah mengepung kota tersebut. Mereka menyerah
dan masuk Islam.
6.
Ekspedisi Tabuk
(631 M)
Terjadi pada tahun ke 9 Hijriah di
Kota Tabuk antara kaum muslimin dan Romawi yang dipimpin Heraklius. Jumlah
tentara romawi ratusan ribu melawan kaum muslimin yang hanya berjumlah ribuan.
Kaum muslimin berhasil menang dalam pertempuran itu. Pada tahun itu juga
disebut Am al-Wufud atau tahun delegasi karena banyaknya delegasi yang
masuk Islam. Pada tahun 10 hijriah nabi beserta rombongan melakukan haji wada.
Tiga bulan setelah haji Nabi mengalami demam yang berujung wafatnya beliau pada
hari senin 13 rabiul awal tahun 11 H.
7.
Pejanjian
Hudaibayah
Pada tahun ke 6 Hijriah kaum
muslimin berniat mengadakan umrah ke mekkah. Sekitar 1000 kaum muslimin siap
berangkat ke mekkah. Dalam perjalanan mendekati mekkah nabi mengutus Usman bin
Affan untuk bertemu dengan Quraisy guna mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan
itu disepakati bahwa umat Islam akan boleh mengadakan umrah pada tahun-tahun
berikutnya.
Demikianlah sejarah nabi dalam
menegakkan kalimat tauhid dan membangun peradaban Islam. Pondasi kokoh yang
dibangun oleh nabi mengantarkan islam menjadi peradaban baru dalam kehidupan
sosial masyarakat arab dan dunia. Islam menjadi tata sosial kehidupan baru bagi
bangsa arab. Bangsa arab yang selama ribuan tahun hidup dalam kekolotan kini
berubah menjadi bangsa yang beradab seiring dengan berkembangnya Islam.
(Mufrodi, 1997: 23)
DAFTAR PUSTAKA
Hitti , philip K. 2006. History Of The Arab. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta
Mahmudunnasir,
Syed. 1988. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Mubarakfuri,
Shafiyyurrahman. 2012. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Mufrodi,
Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Sunanto,
Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Penada Media
Wargadinata, wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas
Budaya. Malang: UIN Malang Press